Terjemahan Kitab Tadzhiib BAB JIHAD (PERANG)
KITAB JIHAD(1)
(Perang)
Syarat
wajibnya berjihad (berperang) ada tujuh macam: Islam, sudah baligh,
berakal sehat, merdeka, laki-laki, sehat jasmani, memiliki kemampuan untuk
berperang.(2) Orang yang ditawan dari orang akfir
ada dua kategori:
Pertama: dia langsung menjadi
budak,(3) mereka itu adalah anak-anak dan kaum
wanita.
Kedua: Tidak langsung menjadi
budak, mereka itu adalah kaum lelaki yang sudah baligh, Imam (kepala negara)
memilih salah satu dari empat alternatif: membunuhnya, menjadikan budak,
dibebaskan tanpa syarat, ditukar dengan harta atau dengan lelaki lain (tukar
menukar tawanan),(4) Imam berbuat yang
mengandung maslahat.(5)
Dan
barang siapa yang sebelum ditawan sudah masuk Islam, maka terjaga hartanya,
darahnya dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.(6)
Untuk
anak-anak dihukumi sebagai muslim apabila memenuhi tiga macam sebab:(7) salah satu dari kedua orang tuanya
beragama Islam, atau ditawan oleh orang Islam terpisah dari orang tuanya, atau
ditemukan di daerah Islam.(8)
(Fasal):
Barang siapa yang membunuh musuh, maka diberikan kepadanya salab-nya (perlengkapan,
harta yang dibawa musuh yang terbunuh),(9)
dan dibagi barang ghonimah (rampasan perang)(10) sesudah selesai perang menjadi lima
bagian: empat bagian diberikan kepada yang ikut berperang.(11)
Empat bagian tersebut diperuntukkan bagi pasukan kavaleri (Pasukan berkuda)
tiga bagian dan untuk pasukan infanteri (pasukan jalan darat) satu
bagian.(12)
Tidak
diberi bagian ghonimah kecuali orang yang memenuhi lima syarat: Islam, sudah
baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki. Apabila kurang dari salah satu
syarat, maka diberi sekedarnya dan tidak mendapatkan bagian tertentu.(13)
Seperlima
dari ghonimah dibagi menjadi lima bgaian lagi: satu bagian untuk Rasulullah
saw. yang selanjutnya diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan ummat, sebagian
untuk keluarga dekat Nabi saw, mereka itu adalah: bani Hasyim, dan bani
Mutholib, sebagian lagi untuk anak-anak yatim, sebagian lagi untuk fakir miskin,
dan sebagian lagi untuk ibnu sabiil.(14)
(Fasal): Dibagi harta faik(15) menjadi lima pecahan:(16) Yang seperlima dibagi kepada mereka yang mendapatkan bagian seperlima
dari ghonimah.(17) Dan empat
perlima dari harta faik dibagikan kepada pasukan yang ikut berperang,(18) dan untuk kemaslahatan (kesejahteraan)
ummat Islam.(19)
(Fasal): Syarat wajibnya membayar jizyah (upeti/pajak
pribadi) ada lima macam:(20)
sudah baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki,(21)
dan mereka itu termasuk ahli kitab,(22)
atau dari golongan yang memiliki serupa kitab suci(23).
Batas minimal jizyah satu dinar untuk satu tahun,(24) dan dipungut dari orang yang kelas
menengah dua dinar, dan dari orang yang kaya empat dinar,(25) dan diperbolehkan dipersyaratkan
kepada mereka agar memberikan dliyafah (jamuan sebagai tamu)
sebagai tambahan dari ketentuan jizyah.(26)
Perjanjian jizyah itu mengandung empat hal: Harus membayar
jizyah, dan mereka harus mematuhi hukum Islam,(27)
tidak boleh menjelaskan agama Islam kecuali dengan baik,(28) tidak boleh berbuat sesuatu yang
dapat membahayakan terhadap ummat Islam,(29)
mereka itu diberi tanda dengan memakai al
ghiyar (tanda pada baju) dan dengan ikatan az zunar (senar),
dan tidak diperbolehkan menunggang kuda (kendaraan).(30)
(1) Berjihad salah satu dari yang difardlukan oleh
Islam, dan merupakan syiar yang agung, yang menunjukkan bahwa disyari’atkan
berjihad adalah dari Kitabullah Ta’alaa cukup banyak, antara lain firman Allah
Ta’alaa: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, apdahal ia amat buruk bagimu, dan Allah
mengetahui, sedangkamu tidak mengetahui”. (al Baqoroh: 216). Dari hadits Nabi
saw, bahwa jihad Rasulullah saw. terus menerus sejak beliau diperintah, sampai
beliau menjumpai Allah Azza wa Jalla, dengan segala penjelasan tentang hukum,
dan sasarannya, sebagaimana sabda beliau: “Saya diperintah untuk memerangi
manusia sampai mereka itu mengucapkan: "لاَ إِلـهَ إِلاَّ اللّـهُ" , hadits riwayat al Bukhary (2786), dan Muslim (21). Dan telah
dijelaskan tentang keutamaan berjihad dan anjuran untuk berjihad, dan berangkat
meninggalkan tempat duduk, dan ancaman bagi orang yang mengabaikannya, tidak
terhitung jumlahnya dari nash al Qur’an dan hadits Nabi saw.
(2) yakni kuat untuk berperang, baik dengan jasmani,
harta dengan tanpa adanya kesulitan yang berarti, misalnya: buta, pincang,
kehabisan nafkah. Sebagai dasar persyaratan ini adalah firman Allah Ta’alaa:
“Wahai orang yang beriman perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu”.
(at Taubah:123).Telah diperintahkan untuk berperang bagi orang mukmin, mereka
itu orang Islam, dan tidak boleh menghadap kepada yang lain. Jihad merupakan
ibadah yang paling agung, yang bukan orang Islam tidak berhak untuk ikut
berperang. Dan jihad merupakan upaya besar untuk menjunjung tinggi kalimat
Allah Azza wa Jalla, dan orang kafir tidak tergerak iuntuk itu. Dan firman
Allah “Tidak berdosa (lantaran tidak
pergi berjihad) bagi orang-orang yang lemah, orang-orang yang saki, dan
orang-orang yang mendapatkan apa-apa yang
akan mereka nafkahkan”. (at Taubah: 91). Hadits riwayat al Bukhary (2521),
dan Muslim (1868), beradsakan lafadh Muslim, dari Ibnu Umar ra. ia berkata:
Rasulullah saw. meneliti aku, pada saat terjadi peperangan Uhud, saya pada
waktu itu masih berumur sepuluh tahun, beliau tidak meluluskan aku, pada
peperangan Khondak beliau meneliti saya lagi, dan saya sudah berumur 15 tahun,
maka beliau meluluskan aku”, maksudnya mengizinkan aku keluar untuk ikut
beliau dalam peperangan. Hadits riwayat
al Bukhary (1762), dari A’isyah ra. ia berkata: Saya bertanya: Wahai Rasululah,
Apakah tidak sebaiknya kami ikut berperang dan berjihad bersama kamu? Beliau
menjawab: “Bagi kamu juga baik untuk berjihad, lebih baik lagi bila kamu
berhaji, menajdi haji mabrur”.
(3) Mereka
yang ditawan dan ditangkap dari barisan musuh di tengah peperangan, atau
yang musuh yang ditangkap dari pemburuan.
(4) Meminta tebusan harta sebagai ganti
pembenbasan, atau tukar menukar tawanan kita dengan tawanan mereka.
(5) Allah Ta’alaa berfirman: “Apabila kamu bertemu
dengan orang-orang kafir (dalam peperangan), maka pancunglah batang leher
mereka. Setelah kamu menang, maka tawanlah mereka, dan sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka, atau menerima tebusan sampai peperangan berhenti”.
(Muhammad: 4). Hadits riwayat al Bukhary (3804), dan Muslim (1766), dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Bani Nadlir dan bani Quraidhoh menyerang ummat Islam, bani
Nadlir dapat dipukul mundur dan melarikan diri, sedangkan bani Quraidhoh
dibiarkan bertahan oleh ummat Islam, tawanan perang dikembalikan kepada mereka,
sampai bani Quroidhoh memerangi ummat Islam, Ummat Islam membunuh kaum
laki-laki bani Quroidhoh, dan membagi-bagikan isteri mereka, harta mereka dan
anak-mereka kepada ummat Islam. Sa’id bin Mu’adz telah menetapkan hukum
pembunuhan mereka berdasarkan hukum yang diberikan oleh Rasulullah saw. setelah
diturunkan kepada mereka hukum berperang. Perhatikan al Bukhary (2878) dan
Muslim (1768). Nabi saw. meninjau tawanan perang dari suku Hawazun, lalu mereka
meminta syafaat kepada ummat islam setelah mereka membagi-bagikan antara
mereka, ketika itu suku Hawazun bertamu kepada ummat islam, mereka meminta
kepada Rasulullah saw. agar mengembalikan kepada mereka tawanan perang dan
harta mereka, ummat Islam membebaskan tawanan dari mereka, riwayat al Bukhary
(2963). Hadits riwayat Muslim (1755), bahwa tawanan perang dari ummat Islam
diganti dengan tawanan mereka, di antara mereka ada kaum wanita dari bani
Fazaroh, Maka Rasulullah saw. mengutus dia ke Makkah, maka dia bertamu kepada
ummat islam yang mereka ditawan di Makkah. Diriwayatkan pula oleh Muslim
(1763), bahwasanya Nabi saw. meminta ganti dari tawanan perang dalam perang
Badar.
(6) Berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (25),
dan Muslim (22), dari Ibnu Umar ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Saya
diperintah untuk memerangi manusia, sampai mereka itu bersaksi, bahwa tiada
Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan
sholat, membayar zakat, apabila mereka melaksanakan yang demikian itu, maka
mereka terlindungi dariku darah mereka, harta mereka, kecuali yang berkaitan
dengan hak-hak Islam, dan hisab mereka berada di kekuasaan Allah”. Pengertian hak-hak
Islam: yakni apabila mereka berbuat kejahatan yang mewajibkan dia dihukum atau
diwajibkan membayar diyat dalam Islam, maka mereka tetap berhak dituntut,
mungkin berupa qishos. Hisabnya berada dalam genggaman Allah: yakni hal-hal
yang bersifat rahasia, atau disembunyikan dalam hati mereka.
(8) Karena berdekatan dengan daerah muslim,
jelas-jelas untuk kemaslahatan anak dan yang bermanffat baginya, karena
sesungguhnay Islam adalah memiliki sifat sempurna serta mulya dan tinggi,
Rasulullah saw. bersabda: “Islam itu tinggi, tidak ada yang mengatasinya”,
diriwayatkan oelh ad Daroquthny dalam kitab Sunannya (kitab Nikah). Dan hadits
riwayat al Bukhary muallaq dalam kitab
Jenazah, bab: Apabila anak menajdi Islam …. (al ‘Ayyi: VIII/169).
(9) Apa yang berada beserta orang ayng dibunuh,
berupa senjata, peralatan perang, pakaian, dan harta lainnya. Hadits riwayat al
Bukhary (2973), dan Muslim (1851), dari Abi Qotadah ra. dari Rasulullah saw.
beliau bersabda: “Barang siapa yang membunuh musuh, dan ada bukti/saksinya,
maka dia berhak memiliki salab”.
(10) Ghonimah; apa ayng diambil dari harta orang
kafir memelaui kekerasan dan peperangan yang terjadi, sekalipun melalui
pengjaran.
(11) Hadits riwayat al Baihaqy (IX/62), bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw., ia berkata: Apakah fatwa tuan
tentang harta ghonimah? Beliau menjawab: Untuk Allah seperlimanya, empat
perlimanya untuk tentara yang ikut berperang”.
(12) Hadits riwayat al Bukhary (2708), dari Ibnu
Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. membagi kepada pasukan berkuda dua bagian
dan kepada pasukan jalan kaki satu bagian. Hadits riwayat al Bukhary pula
(3988) dan Muslim (1762) ia Ibnu Umar berkata: Rasulullah saw. membagi ghonimah
peperangan Khoibar, untuk pasukan berkuda dua bagian dan untuk pasukan jalan
kaki sebagian.
(13) Oleh karena bukan orang yang berhak untuk ikut
berperang yang difardlukan kepada mereka untuk mengikutinya, tetapi dia diberi
oleh pimpinan apsukan atau Imam sesuatu dari ghonimah sebelum ghonimah dibagi,
adapun berapa jumlahnya disesuaikan dengan keadaan dan tidak sampai mencapai
satu bagian pasukan jalan kaki, inilah arti dari: "رضخ" yakni pemberian yang sedikit.
(14) Allah Ta’alaa berfirman: “Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Raul, kerabata Rasul, anak yati, orang
miskin dan ibnu sabil”. (al Anfal: 41). Yatim adalah anak kecil tidak memiliki
bapak, kalau sudah baligh bukan yatim, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
“Tidak disebut yatim, mereka yang sudah bermimpi”, diriwayatkan oleh Abu Dawud
(2873). Ibnu sabil adalah musafir ayng kehabisan nafkah, dan dia jauh dari
harta yang ia punyai. Hadits riwayat al Bukhary (2871), dari Jubair bin Math’am
ra. ia berkata: Saya dan Utsman bin Affan berjalan ke Rasulullah saw. Kami
berkata: Wahai Rasulullah, Engkau memberi kepada bani Muthlib, dan engkau
meninggalkan kami, sedang kami dan mereka adalah mempunyai kedudukan yang sama?
Maka Rasulullah saw. menajwab: Sesungguhnya bani Mutholib dan bani Hasyim
adalah satu”. Pengertian: "بمنزلة واحدة" artinya: dari segi kekerabatan, karena semuanya berasal dari
bani Abdi Manaf. Pengertian: "شئ
واحد" oleh karena mereka menolong beliau sejak sebelum
masuk Islam dan sesudah masuk Islam. Perhatikan CK. No: 17 berikut ini.
(15) Apa-apa yang diambil dari orang kafir tanpa
berperang, atau sesudah selesainya peperangan. (Barang yang ditinggalkan
orang kafir dalam peperangan).
(17) Firman Allah Ta’alaa: “Apa saja harta faik
yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota ,
maka untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan
ibnu sabil”. (al Hasyer:7). Ayat ini bersifat mutlak, tidak menjelaskan di
dalamnya tentang pembagian menjadi lima, sedang dalam ayat tentang ghonimah
ditentukan dengan membagi lima. Rasulullah saw. bersabda: “ Tidak ada hak
bagiku dari harta faik dari Allah, kecuali hanya seperlima, dan seperlima lagi
dikembalikan kepadamu”, diriwayatkan oleh al Baihaqy (Nihayah: III/272). Atau
dibagi untuk kemaslahatan ummat, demikianlah sesudah wafat beliau saw., yang
dimaksudkan adalah seperlima dari seperlima (serperdua puluh lima). Perhatikan
CK. No: 14.
(18) Mereka itu adalah tenrata yang bertugas
mengintai musuh, menjaga pertahanan di markas, dan pasukan siap tempur (combad
ready).
(19) Oleh karena mereka itu diberi bagian pada masa
Rasulullah saw. masih hidup, dan pembagaiannya sebagaimana yang telah
dijelaskan di muka. Hadits riwayat al Bukhary (2748), dan Muslim (1757), dari
Umar ra., ia berkata: Harta bani Nadlir di antara harta faik dari Allah kepada
Rasulullah saw. dari sesuatu yang tidak membutuhkan jalan cepat oleh ummat
Islam untuk meraihnya, baik menggunakan kuda atau kendaraan lainnya, dan itu
milik Rasululah saw. secara khusus. Dan harta faik itu diperuntukkan sebagai
nafkah keluarga beliau, selama satu tahun. Lalu sisanya untuk keperluan senjata
dan kuda sebagai kendaraan, yang senantiasa siap untuk berjihad fii sabilillah.
Termasuk untuk membiayai nafkah tawanan perang, pasukan yang mati, dan mereka yang
sebagaimana telah dijelaskan dalam pembagian ghonimah, yakni orang upahan,
walaupun tidak dalam waktu berperang, atau untuk para ulama dan alin-lain, yakni
orang-orang yang membutuhkan untuk kepentingan pekerjaan mereka. Dan diberikan
kepada ahli waris pasuka yang gugur dari keluarga yang menjadi tanggungannya
untuk memberi nafkah hidupnya, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Di dalam Nihayah menyatakan: Apabila orang upahan meninggal, maka haknya
diberikan kepada ahli warisnya yang menjadi tanggungannya untuk emmberi nafkah
hidupnya, diambilkan dari empat perlima harta faik, bukan dari yang menjadi hak
Rasul. Diberikan kepada isteri walaupn berjumlah, kepada anak-anaknya sampai
mereka usia menikah atau sudah mampu bekerja sendiri, atau lainnya. Terhadap
anak-anak laki-lakinya sampai mampu berusaha atau siap untuk berperang, agar
manusia tidak sulit bekerja di luar perang, agar tidak menyulitkan keluarganya
sesudah ditinggalkan mati. Bagi anak yang sudah balighh tetapi kondisinya
lemah, maka disamakan dengan anak yang belum baligh. Juga diberikan kepada
anak-anak dari orang alim, sampai mereka mampu bekerja atau siap untuk nikah,
sebagai motivasi untuk menuntut ilmu. (III/74).
(20) Jizyah, adalah nama sejumlah harta yang wajib
dibayar oleh orang non muslim dengan perjanjian secara khusus, dengan imbalam
perlindungan serta keselamatan darah, serta keamanan mereka dalam kehidupan
berumah tangga. Dinamakan dengan jizyah oleh karena sebagai jaminan tidak
diperangi, atau memenuhi kebutuhan kemanan. Dasar disyari’atkannya adalah
firman Allah Ta’alaa: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah
dan hari kemudian, dan tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah
dan Rasul-Nya dan tidak bergama dengan agama yang benar, yaitu orang-orang yang
diberi kitab, sampai dia berseida membayar jizyah dengan patuh, dan mereka
dalam keadaan patuh”. (at taubah: 29). Pengertian: "صاغرين"
pada mereka
ada tanda kehinaan serta terpaksa, as Syafi’ie menyatakan: "الصغار" yakni berlakunya hukum Islam terhadap mereka. Hadits riwayat al Bukhary
(2988), dan Muslim (2961), dari Amru bin Auf al Anshory ra., bahwasanya
Rasulullah saw.mengutus Abu Ubaidah ibnul Jarroh ke Bahroin, untuk memungut
jizyah di daerah itu.
(21) Dasar persyaratan yang empat ini adalah ayat
di muka, dan menjelaskan bahwa jizyah dipungut dari orang yang mukallaf dan
yang sudah berhak berperang, kaum wanita dikeluarkan dari jizyah, karena mereka
bukan orang yang berhak untuk berperang, demikian pula budak, dikeluarkan juga
dari kewajiban memabyar jizyah untuk anak-anak dan orang gila, oleh karena
mereka ini tidak mukallaf. Hadits riwayat al Baihaqy (IX/195), bahwasanya Umar
ra. menulis surat kepada pekerjanya, agar tidak memengut jizyah kepada kaum
wanita dan anak-anak. Perhatikan CK. No: 20.
(23) Seperti orang majusi, mereka itu menyembah
api, hadits riwayat al Bukahry (2987), bahwasanya Umar ra. tidak memungut
jizyah dari orang Majusi. Sampai Abdurrahman bin Auf ra. bersaksi, bahwa Nabi saw. memungut jizyah
dari orang Majusi yang ikut hijrah.
(24) Oleh karena Rasulullah saw. ketika mengutus
Mu’adz ra. ke Yaman, beliau memrintahkan dia agar memungut jizyah untuk setiap
orang yang sudah bermimpi (dewasa) satu dinar, sebagai imbalan memberikan rasa
aman bagi mereka.
(25) Mengikuti Umar ra. telah menetapkan jizyah
untuk orang kaya 48 dirham, untuk kelas menegah 24 dirham, dan untuk yang fakir
dua belas dirham, diriwayatkan oleh al Baihaqy (IX/196). Dan dipindahkan
menjadi satu dinar untuk setiap duabelas dirham, sebanding dengan satu lirah
Inggris berupa uang emas sekarang.
(26) Hadits riwayat al Baihaqy (IX/195), bahwasanya
Rasulullah saw. berbuat baik kepada orang yang berpindah tempat sebesar 300
dinar, - dan jumlah mereak ada 300 orang laki-laki – dan ditambah dengan jamuan
tamu di mana ummat Islam yang sedang melakukan perjalanan kontrol.
(27) Terhadap hal-hal yang diharamkan dalam Islam,
misalnya berzina, telah terdapat dalam hadits riwayat al Bukhary (6433), damn
Muslim (1699), bahwasanya Rasulullah saw. merajam seorang Yahudi dan seorang
Yahudi wanita ayng melakukan perzinaan. Adapun yang tidak diharamkan, maka
tidak berlaku bagi mereka hukum Islam, kecuali apabila dia dihadapkan kepada
hakim Islam, maka akan ditegakkan hukum Islam di antara mereka.
(28) Apabila dia menentang al Qur’an, atau
menjelaskan Rasulullah saw. dengan sifat-sifat yang tidak sepatutnya, atau
emnunjukkan sikap benci terhadap syari’at Allah Ta’alaa, apabila hal itu
dipersyaratkan adanya pembatalan perjanjian, maka menjadi batal.
(29) Misalnya menyembunyikan
mata-mata, atau menunjukan kepada musuh tentang kondisi ummat Islam,
membatalkan perjanjian sepihak, meminum khomer,
atau makan daging babi, atau secara terang-terangan menunjukkan
perbuatan musyrik, dan sebagainya, kesemuanya itu tidak boleh mereka lakukan.
(30) "الغيار" pakaiannya diberi tanda
sejenis benang sulaman dengan warna tertentu yang berbeda. Sedang: "الزُّنار" adalah
benang yang tebal (besar) untuk diikatkan di pinggang kaum lelaki di luar
bajunya. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membedakan dengan ummat islam dengan
menggunakan model pakaian dan sebagainya, agar mudah diketahui dan memudahkan
untuk bersikap terhadap mereka sebagaimana mestinya. Mereka dilarang
menampakkan sikap lebih tinggi, lebih mulya, di ahdapan ummat Islam. Allah
telah menetapkan demikian atas mereka, dengan kehinaan, kemiskinan serta kecil
dalam pandangan. Na’udzu billah min dzaalika.
Comments
Post a Comment